Aku tak ingin engkau terluka, biarkan saja waktu yang kan menjawabnya
...........
Bukan aku tak mencintaimu, namun aku ingin melihat engkau
bahagia
Slama ini saat bersamaku, engkau slalu bersedih (tfb3 band-ingin kau bahagia)
Sambil
memetik gitar, ku alunkan suaraku yang agak fales ini untuk menghibur hati.
Untuk pertengahan semester ini memang tugas sudah selesai semua, dan tinggal
persentase di hadapan dosen, harapanku sih di semester ini aku tak gagal
seperti semester kemaren yang membuat nilai ku menurun drastis, memang susah
jika harus mengulang mata kuliah satu persatu, namun itu akan ku lakukan di
libur panjang nanti, untuk mengisi kekosongan kegiatanku juga.
“Hey
Adriyan,
sini gua yang nyanyi, lo khusus gitar aja, jhahah lagunya cherybell beautiful
ya”kata Thiyas, sahabatku dari Sekolah Dasar, namun kami terpisah ketika sekolah di
Aliyah. Karena dia pindah ke Banjarmasin. Tapi sekarang kami sudah bertemu di
kampus yang sama meskipun dengan jurusan yang berbeda.
“Lo
tuh cowok Yas, masa
lo mau nyanyiin lagunya cherrybell sih, sejak kapan sih lo ganti nama jadi
cewek?” ejekku membalas Thiyas, terbahak aku menertawakannya.
“Adriyan Saputra,
emang salah ya kalau cowok nyanyiin lagu girlband” Thiyas berkata dengan muka yang manyun dan terlihat sedikit jengkel
terhadapku.
“Gak
salah, itu sih hak elo Yas, tapi
gue geli kalau denger lo nyanyi lagu cewek. Hahaha” Tak pernah bosannya aku mengejek sahabatku yang satu ini, biarpun aku
sering mengejeknya, dia tak pernah menganggap serius perkataanku. Namun aku tak
tau apa yang ada dalam hatinya, mungkin saja sih dia sering memendam perasaan
marah padaku, tapi tak pernah ia perlihatkan kepadaku.
“Ya
udah deh, lagunya ungu aja, dilema cinta ya” Ujar Thiyas dengan sedikit ngambek terhadapku.
“Lagi
galau lu Yas? Haha” ku tepuk belakang tubuh Thiyas, tak menyangka aku seorang Thiyas Pratama
bisa galau seperti yang ku lihat kali ini. Padahal
dia terkenal sebagai playboy cap tikus, yang suka bermain politik gituh,
hahaha.
“Udah
deh lu nurut aja kata gue” Kali ini muka Thiyas
semakin terlihat ancur, gara-gara aku ejekin terus dari tadi.
“Iya
deh Yas, heheh” merasa tak enak hati juga aku melihat muka Thiyas ancur kayak bongkahan
es batu, hahaha. Sambil nyengir ku petikkan gitar untuk sahabatku
yang ingin bernyanyi. Aku tau kalau suara
Thiyas itu bagus, dan enak di dengar, makanya aku nurut kalau disuruh dia main
gitar, dia yang nyanyi.
“Yas,
Yas, nih pegangin dulu ya gitarnya,
gue mau ke toilet dulu” Tanpa
mendengar sahutan Thiyas aku
bergegas menuju toilet, tak melihat jalan sedikit pun karena aku tergesa-gesa. Dan aku hampir saja terjatuh kesandung batu gara-gara gak liat jalan
*
Yaelah
kok semuanya pada liatin aku ya, aku kan jadi risih, eh tunggu bentar pandangan
mereka tertuju pada lapangan basket yang letaknya berada di tengah-tengah
universitas Lambung Mengkurat ini. Lalu ku tolehkan kepalaku untuk mengikuti
pandangan para mahasiswa yang lain.
“Lama
banget sih lo Yan” Thiyas mengagetkanku dari belakang. “Ada
apaan sih Yan, kok
semuanya pada ileran gitu, iiii” Terlihat Thiyas
jijik melihat semua mahasiswa pada ileran kayak gitu. Ckckckck
“Tuh
coba lu liat ke lapangan basket” ku geserkan kepala Thiyas agar dia ikut melihat ke lapangan basket.
“Astaga,
gank cewe cantik ya, wooow. Suit suittt” Thiyas
bersiul ikutan mandangin cewek-cewek di tengah lapangan
basket itu. “Pantesan
semuanya jadi ileran gitu hhiiiieew”
Aku
perhatikan Thiyas juga
ikut ileran dan tak berpaling lagi dari lapangan basket. “Astagfirullah
Thiyas, udah cukup lo
mandanginnya, zinah mata itu Yas” Ku beri nasehat kepada Thiyas agar dia berhenti memandangi para cewek
itu.
“Bukan
zinah bro, tapi rezeky mata.” Thiyas berkelak
ketika aku nasehati.
Aku
gak bisa bayangin, kok ada ya mahasiswi yang bersolek ditengah umum, tanpa
menutup rambut dan mengenakan baju yang kentat. Memangnya dia pikir ini kota
metrapolitan apa? Sampai seenaknya saja mengenakan pakaian.
“Semuanya
bubar, bubar bubar.” Teriak pak Hartono Sayonara. Semua
mahasiswa bergegas meninggalkan pandangan mereka kepada mahasiswi yang bersolek
di tengah lapangan basket, dikarenakan pak Hartono adalah dosen terkiler di
fakultas ini, kalau beliau tidak menyukai seorang mahasiswa, beliau tak
segan-segan memberikan nilai yang sangat rendah dalam mata kuliah yang di
ajarkan beliau, dan beliau tak akan mau mentoleransi orang tersebut walaupun
ratusan kali mengulang mata kuliah beliau.
“Amanda Cahyani.” Teriak pak Hartono
“Aduh
gawat pak Hartono ada nih girl, kabur atau kita datengin aja?”
“Sesilia Indria, Keyla Maudy, cepat kesini, temui
saya di kantor” Untuk kedua kalinya Pak Hartono
memanggil para cewek-cewek itu.
“Aduh
Manda, ini bencana nih” isak sesil dengan muka manjanya yang sedang cemas dan bercampur dengan rasa takut
karena yang memanggil mereka adalah Pak Hartono.
“Udah
tenang aja kali Sil.” Jawab
Manda mencoba menenangkan Sesil yang dari tadi uring-uringan.
“Gimana
bisa tenang Da, ini
masalahnya sama dosen kiler loh” ujar Keyla dengan cemas.
“Ahh,
dijalanin aja, gak bakal ada hukuman deh, percaya sama gue” Dengan tenangnya Manda bisa menjawab kecemasan teman-temannya.
“Tapi
Daa.....” Kata Sesil dengan gayanya yang selalu heboh.
Belum
selesai Sesil berbicara, Pak Hartono kembali berteriak menyuruh mereka
bertiga untuk sesegeranya memasuki ruangannya.
Dan menerima resiko atas panggilan beliau.
*
“Apa-apaan kalian ini. Kalian bertindak tidak seperti
mahasiswa yang sewajarnya, bersolek di tempat umum.” Bentak Pak Hartono dengan kumisnya yang
tebal, menjadikan mukanya sangat garang ditambah lagi dengan matanya yang galak
dan bentuk tubuh beliau yang gemuk, seolah-olah menjadikan beliau seorang yang
amat sangat kasar dan mengerikan.
“Kitaaaa....” Manda, Sesil dan Keyla berusaha membela diri tapi belum sempat bicara
apa-apa.
“Kalian
ini mau jadi apa? Apa kalian tidak diajarkan sopan santun oleh orangtua kalian?
Kalian itu tidak kuliah di fakultas fashion, jadi tak sepantasnya kalian
mengenakan pakaian seperti yang sedang kalian kenakan dan ini itu Banjarmasin
bukan Jakarta”
“Iya
Pak, kami juga tau ini Banjarmasin, tapi tidak salah dong jika kami ingin
bersikap maju, tidak ketinggalan zaman dengan peraturan yang ada sejak lama”
sahut Amanda angkuh. Dia tak sadar bahwa dia
berhadapan dengan dosen killer di kampus.
“Tapi
sikap kalian bukan untuk maju, melainkan
sikap kalian sungguh kampungan, norak.” Kata Pak Hartono dengan nada memanas dan meledak-ledak.
“Apa
Pak, norak kata bapak” Balas Amanda dengan
muka menantang.
“Sudah
Da, lo tau yang lo hadapi ini
siapa.” Bisik Sesil kepada Amanda, karena dia
takut kalauhukuman yang dia terima bakal lebih berat lagi jika berani menantang
Pak Hartono.
“Iya
gue tau kali Sil, tapi
kita gak bisa diem aja dong” bisik Amanda kepada Sesil yang gak terima kalau dia dikatakan norak oleh sang dosen.
“Diiiiiiiiiiiiiaaaaaaaaaaammmmm,
kalian dapat sanksi dari saya.” Marah Pak Hartono
sudah memuncak dan langsung mengucapkan sanksi yang akan diterima 3cewek itu.
“Tapi
Pak.........” ujar Manda, Sesil dan Keyla serempak.
“Tidak
ada kata tapi, silahkan keluar.” Pak Hartono mengusir
ketiga cewek tersebut dengan muka yang sangat marah karena merasa di ejek oleh
ketika cewek tersebut. Dan ketiga cewek itu keluar dengan muka manyun, kesal
dan penuh amarah.
*
Di
rumah, Aku
menjadi terpikir dengan kejadian di lapangan basket siang tadi. “Amanda Cahyani?? Tunggu dulu,
aku sering dengar nama itu, nama itu tidak asing di telingaku” hening sejenak
lalu aku kembali berbicara sendiri lagi
“tunggu dulu, dia itu kan anak yang 3 tahun lalu pernah sekelas denganku.” Terbawa dalam lamunannya terhadap cewek sok Amanda.
Tok..tok...tok
ketukan pintu kamarku seketika menghilangkan lamunanku yang dari tadi terus bertanya-tanya
akan hal cewek yang barusan aku lihat dalam fakultas siang tadi. Pintu diketuk oleh seorang wanita yang tak asing lagi
baginya. “Den, ini
ada tamu, Mas Thiyas Den.”
“Iya
bi, buka aja, pintunya gak terkunci kok.” Jawabku
dari dalam kamar seraya membereskan keadaan kamarku yang dari pulang kampus
belum aku bereskan.
“Hallo
Adriyan, ngapain sih lo :D hahha” Tawanya Thiyas yang cekikikan itu
seperti orang sedang keselek batu bata aja. “Hey
lo kok bengong, kenapa? Gue ganteng yaa:D hhahaha” Thiyas cengengesan.
“Lu
katro malahan Yas :p”
“Eh
kurang asin lo”
“Makanya
pakai garam Yas, biar
gue panggilin bi Jurwa ya buat ngambilin garem buat lu” Bantahku buat gak kalah ucap sama Thiyas.
“Ah
lu ada-ada aja, gue gak butuh garem
kali.” Ujar Thiyas dengan muka masam.
“Terus
apaan?” Mukaku bertanya-tanya apa yang di maksud oleh Thiyas
buat datang kesini.
“Gue
butuh Amanda Cahyani Yan, gue
butuh diee” Thiyas nyengir dengan muka yang lagi
kasmaran.
“Buseeet
daaah, lu baru aja diputusin cewek, masak udah suka sama cewek lain sih Yas, Play boy lu Yas”
“Wuuu
gue gak Play boy bro, Manda ini
beda dengan cewek lain, dia udah ngiket hati gue disaat pandangan gue yang
pertama. Cantiknya dia itu looh, aduuuh gak nahaaan” Gaya lebaynya Thiyas hidup lagi, bikin aku sakit perut ngeliatnya.
“Idih
lebay banget sih lo Yas, biasa
aja kali.”
“Dia
itu cewek luar biasa Yan,
wuhuuuu” Thiyas teriak-teriak dalam kamarku yang pengap ini,
jadinya suara dia bergema.
“Luar biasa gimana sih Yas?” Gak abis piker deh sama Thiyas,
kok bisa secepat itu dia move on, dasar playboy.
“Dia itu cantik banget, udah gitu mempesona banget lagi, sumpah
gue dibuat kesemsem banget deh sama diee.”
“Trus lu suka sama dia karena dia cantik gitu Yas?” Semakin
penasaran aku dengan kelakuan Thiyas.
“Gak juga sih, alaaaaahh intinya dia udah ngebikin hati gue
berbunga-bunga Yan”
“Lalu apa yang mau lo lakuin Yas?”
“Gue mau ngedeketin dia men”
“Hal pertama yang mau lu lakuin apaan?” Bukan maen, bikin aku
penasaran aja deh, kenapa gak langsung to the point aja sih.
“Apaan ya Yan? gue bingung”
“Gak biasanya lu bingung soal ngegaet cewek Yas, biasanya kan
lo jagonya” Bukankah Thiyas seorang playboy, kenapa dia bisa bingung dalam hal
ngegaet cewek kali ini. Gak biasanya deh Thiyas kebingungan kayak gitu, kayak
orang yang tergila-gila oleh cinta.
“Udah gue bilang kan ini cewek beda Yan”
Dasar playboy menurutku Amanda itu sama aja kayak cewek yang
lainnya, gak ada yang berbeda malah. Dia itu cuman cewek yang bisanya pamer doang.
Pamer sama harta milik orang tuanya, belum tentu juga kan barang-barang yang
dia pamerin itu hasil dari uang kerjanya. Ah gak mungkin juga kali cewek kayk
dia bisa kerja. Astagfirullah kok aku malah ngomongin orang sih. Ckckck. “Cemen
lo Yas, masa gitu aja gak bisa mikirin sih.”
“bantuin gue dong Yan” rengek Thiyas memohon.
“emangnya matematika apa bisa dibantu” Aku kan bukan ahlinya
dalam hal cewek.
“Yaelaah lu Yan, dari tadi becandaan melulu, serius napa!” Muka
memelasnya Thiyas ia perlihatkan lagi.
“Iye iye gue serius nih.”
“Nah gitu dong Yan.”
“Gue baru nyadar deh Yas kalo Amanda itu adalah temen satu
sekolah gue dalam waktu 3 tahun yang lalu.”
“Oh yaaaaa, yang bener aja lu yan.” Teriak Thiyas penuh
penasaran.
“Iya beneran yas, 3 tahun yang lalu tepatnya di MAN 70 KOTABARU
gue selama 2 tahun satu kelas sama cewek yang bernama Amanda Cahyani.” Amanda
Cahyani adalah murid yang cerdas dan pintar, dia mendapatkan peringkat kedua
selama 4 semester, karakteristiknya Manda sering memakai kacamata berkerudung
panjang selebar bahunya dan tak pernah lepas dari yang namanya “buku”, dia juga
sering mengenakan kaos tangan agar menutup lengannya, berjalan menunduk ketika
di hadapan para anak lelaki dan bertingkah seperti kekanak-kanakan. Manda gadis yang pendiam, namun ketika ia
mengeluarkan kalimatnya, kata-katanya itu sungguh membuat orang tak pernah enak
untuk mendengarnya, meskipun ia anak yang pendiam namun satu kelas tak ada anak
yang menyukainya, dikarenakan sikapnya yang mungkin dalam pandangan anak lain
terlalu misterius, dan sangat nyakitin juga.
“Terus lo tau darimana kalau Amanda Cahyani adalah temen satu
kelas lo 3 tahun yang lalu, sedangkan lo baru ketemu dia hari ini.”
“Satu hal yang tak pernah berbeda darinya Yas yang membuat aku
yakin dengan dia.” Jelasku untuk meyakinkan Thiyas.
“Apa itu Yan?”
“Gaya bicaranya yang selalu ngawur, melantur dan selalu
seenaknya, sehingga membuat orang lain tak pernah merasa enak di dekatnya, dulu
itu, untuk mendapatkan satu teman pun dia amat susah.” Terangku lagi,
menjelaskan panjang lebar kepada Thiyas tentang kehidupan Amanda semasa 3 Tahun
yang lalu, dan aku tak menyangka dia bisa berubah secepat itu, padahal lulus
Aliyah aja baru 3 Tahun.
“Tapi seperti yang kamu liat tadi siang Yan, dia punya banyak
temen, cowok-cowok aja banyak yang pada ngelirik dia kan.” Berusaha membela
pujaan hatinya.
“Kan dia sekarang udah berbeda dari dia yang dulu Yas, namun
gaya berbicaranya tetap saja selalu membuat orang tersakiti.”
“Tapi kenyataannya teman-temannya terlihat enjoy aja tuh
bersama dia Yan.” Berusaha buat membela Amanda, dia tak ingin orang yang ia
sukai terlihat jelek dimata orang lain.
“Itu kan penglihatan lo, lo kan gak tau isi hati orang Yas.”
Aku tau Thiyas berusaha membela, tapi aku hanya mengutarakan cerita yang telah
aku lewati dulu. Emangnya salah ya aku mau jujur cerita sama Thiyas.
“Aaahhhhhhhhh, debat ama lo gak bakalan selesai Yan.” Akhirnya
Thiyas pun menyerah untuk membela Amanda, karena dia tau apa yang aku omongin
itu bukan rekayasaku.
“Hahahaha” tertawa lepas untuk rasa jengkel. “Ya terserah lo
aja Yas, gue kan Cuma ngasih tau lo doang.”
“Tapi lo mau kan bantuin gue buat kenalan ama Manda Yan?”
Thiyas udah mulai to the point dengan niatnya mampir ke rumahku.
“Idih, ogaahhhhh, usaha dong, lo kan cowok, bukan bencong.”
“huuuuu” melemparkan bantal tepat mengenai mukaku.
“Eh bentar, gue liat tadi dia di panggil sama pak Hartono
Sayonara bukan.” Tadi aku sempat melihat 3 cewek itu di panggil oleh Pak
Hartono, dosen kiler di kampus.
“Iya, terus kenapa.” Thiyas emang playboy, tapi pola pikirnya
terkadang lambat tanggap.
“Aduh lo, mikir dong, ini kan kesempatan bagus buat lo
ngedeketin dia Yas.”
“Ngedeketin gimana sih maksud lo Yan? Emang gue harus
ngedeketin lewat Pak Hartono apa? Iiiihhhh gak deh.”
“Aduh lo ini, jangan pendek akal dong, anak sekampus juga tau
kali Yas, kalaunya mahasiswa yang berurusan dengan Pak Hartono bakal ngedapetin
IP rendah. Nah disitu lo punya kesempatan buat ngedeketin dia.”
“Caranya?”
“iiisshhhh, ya elo ngedeketinnya dengan cara nyadarin dia lah,
buat dia bisa ngelewatin ujian dari Pak Hartono, dan disana elo yang bakal
berperan penting dalam keberhasilannya dia melewati ujiannya Pak Hartono.” Ku
terangkan panjang lebar pada Thiyas, tapi dia tetep aja gak ngerti.
“Ah bener juga lo Yan tapi lo tetep bantuin gue ya.” Baru
tanggap Thiyas soal omonganku.
“Iyee, gue bantu do’a kok.”
“ih lu serius dong.”
“Heeeeyyy, lo yang suka ya elo dong yang harus berusaha, masa gue
yang harus repot juga.” Sempat sewot aku dibuat oleh pertanyaan dan pernyataan
Thiyas dari tadi gak kelar-kelar. Aku kan capek ngasih tau dari tadi.
“Iya iya deh, dosen killer.”
Hewwhhh, takan ada habisnya deh kalaunya ngomong sama Thiyas
Pratama ini, orangnya keras kepala, sama gak pekaan. Setelah aku ceritakan hal
itu Thiyas jadi sangat besemangat buat ngejar Amanda, dari binar matanya aja
udah keliatan kalau dia bersungguh-sungguh buat menarik simpatiknya gadis itu.
Mungkin gadis ini benar-benar bisa merubah kelakuan buruknya Thiyas walaupun
mereka mungkin gak jauh beda, tapi semoga saja mereka bisa berubah sma-sama.
*
Hari ini persentase tugas pertama di hadapan Pak William,
semoga aku sukses deh dan tak banyak kritikan yang ku dapat. Bismillah ...
“Wow, persentase kamu sangat bagus nona.” Ku lemparkan senyum
termanisku untuk nona yang telah menutup persentasenya ini.
“Terima kasih, hasil persentase anda juga bagus” sembari
menoleh kepadaku, tanpa senyum dari bibirnya, namun karena dia sangat manis,
sehingga tanpa senyum pun gadis ini terlihat memberikan senyum termanisnya
untuk semua orang.
“Siapakah namamu nona?” Aku mencoba bertanya kepadanya, siapa
tau aku bisa berkenalan dengannya.
“Hasrifah Nur Hidayah” tanpa menoleh lagi dan sedikit menunduk.
Aku tau, dia tak ingin terlalu lama untuk saling bertatapan. Subhanallah
nama yang indah dengan akhlak yang indah pula. Ingin rasanya aku lebih jauh
untuk mengenalnya. Siapakah gerangan dia. Ya Allah inikah cintaMu ya Allah.
Hanya wajahnya yang selalu ada dalam bayanganku. Hanya namanya yang terdapat dalam ingatanku, baru ku
rasakan hal ini terjadi padaku.
Dua puluh tahun lamanya, barulah kali ini aku mengagumi wanita
begitu dahsyatnya. Maukah dia berkenalan denganku, sudikah kiranya dia berteman
denganku.
“Hey, lagi ngelamunin apa’an sih lu Yan”
“Astagfirullahal’azim, gak papa kok Yas” suara Thiyas seketika
menghilangkan lamunanku
“Bohong deh, pasti ada sesuatu deh” Thiyas bingung karena tak
biasanya aku terlihat melamun olehnya.
“Bisa jadi”
“Macaaa ciiih.” Muka lebay, menjulurkan lidah dan
mencubit-cubit pipinya sendiri.
“Berisik lo Yas, diem aja deh” Bentakku pada Thiyas yang dari
tadi terus menggangguku.
“Ya udah deh, maafin ya tuan ganteng”
Hampir saja aku lupa waktu sudah memasuki shalat dzuhur,
andaikan Thiyas tidak mengagetkanku, aku tak tau sampai manakah lamunan itu
akan berakhir. Seketika Thiyas menarik tanganku dan membawaku hingga ke mushola
kampus.
“Ambil air wudhu dulu Yan.” Thiyas menyuruhku mengambil air
wudhu, biar lamunanku bisa hilang.
“Ah iya Yas”
“Gak biasanya lu kayak gitu Yan” Dengan wajah heran Thiyas
menanyakan keadaanku.
“Ah gak papa kok Yas”
*
“assalamu’alaikum warrahmatullah, assalamu’alaikum
warrahmatullah.” Selesai ku tunaikan shalat dzuhurku. Kemudian aku bangkit
setelah ku selesaikan lantunan do’aku, tak lupa pula aku berdo’a agar aku bisa
bertemu dengan Hasrifah Nur Hidayah lagi, serta berdo’a untuk semua hajadku.
Pintu keluar mushola di depan mata, namun tanpa sengaja aku
menabraknya sehingga membuat kegaduhan kecil di dalam mushola, mahasiswa yang
lain saling menatapku, sedikit malu, aku lanjutkan langkahku untuk keluar dari
mushola.
“Ada apaan sih lo ini Yan” memegangi jidatku sambil
menggelengkan kepalanya untuk memastikan aku tak apa-apa.
“Beneran gue gak papa kok Yas.” Aku berusaha untuk mengelak dan
menyembunyikan semuanya dari Thiyas
“Bener-bener aneh deh lu Yan, gak biasanya lo kayak gini, biar
gue tebak” Sok nya Thiyas mau menebak apa yang terjadi pada keadaanku.
“Apaan sih lo Yas”
“Lo lagi jatuh cinta yaaaaaaaaaaaaaa. Hahahaha” ejek Thiyas
dengan tawanya yang seperti tersendak batu bata.
“Enggg engg gaaakkk kok Yas.”
“Jangan ngeles deh lu Yan, ketahuan kok dari gerak gerik lo,
ngaku aja deh.”
Belum sempat aku menyahut perkataan Thiyas, mataku tertuju di
depan pintu mushola bagian perempuan dan yang keluar adalah (jeng jeng) Hasrifah
Nur Hidayah, ya Allah engkau telah mengabulkan do’aku, engkau telah
mempertemukanku dengannya kembali, terima kasih ya Allah. Terima kasih
“Woooyy, kok bengong sih, emang siapa sih cewek yang lo taksir
Yan?” menatap wajahku dengan kebingungan, lalu Thiyas menoleh dimana pandangan
mataku tertuju.
“Eiisshhh, siapa namanya sih cuuy, deketin dong, ayooo dong
lets go!!” Thiyas menyemangatiku dengan gayanya yang sempoyongan.
“Dii diii diiiaaa, gue baru tau ama dia tadi dalam ruangan Yas,
gue baru ketemu dia waktu persentase tadi.”
“Terus???” Thiyas bertanya dengan penasaran dan berharap aku
mau menceritakan kepadanya.
“Ya gitu deh.” Aku gak mau cerita banyak soal gadis itu kepada
Thiyas, karena aku tau balasan apa yang dia katakana kalau aku cerita sama dia.
“Ah lu, gue mau tau ceritanya nih Yan”
“Gak penting juga Yas. Lupain aja” Biar Thiyas gak maksa buat
aku cerita ke dia terus.
“Emang bisa lo ngelupainnya? Lo aja dari tadi ngelamun terus,
hahaha” ejek Thiyas agar aku mau bercerita padanya.
Aku hanya terdiam dan terus menerus menatapnya hingga dia
beranjak pergi meninggalkan mushola. Dan mataku mulai mengikuti arah geraknya
hingga bayangannya hilang di titik butaku.
Menyesalkan dengan apa yang ku lakukan, Thiyas pun langsung
berucap “Eh kok bengong, yaaaaaahhh .. tu kan pergi, elu sih kelamaan
bengongnya, gak ada tindakan sama sekali, jadinya keburu pergi deh si manisnya.
Hahaha”
“Terus gue harus ngapain dong Yas?” Yah maklum, aku kan gak
punya pengalaman dalam hal cewek.
“Ya kejar dia lah Yan, ajak kenalan.” Saran Thiyas
“Itu sih trik nya elo Yas, gue gak jago dalam hal kayak gitu.”
“Mau gue bantu?”
“Ah gak usah deh Yas, biar gue nyari jalan sendiri aja.”
“yakin?”
“Emmm” aku terpaksa menjawabnya dengan 1 kata untuk meyakinkan
Thiyas, walaupun sebenarnya hatiku sangat meragukannya. Bagaimana tidak, untuk
berkenalan dengannya saja harapanku sangatlah kecil, bukan karena aku tak
berani menemuinya, namun karena aku …
“Ehm, ehm” Thiyas berdehem, dan lagi-lagi Thiyas mengacaukan
lamunanku, memang anak yang satu ini tak bisa diam, kerjaannya memang selalu
bikin kebisingan, namun dia tak pernah membuat keonaran.
“Eh iya, apaan sih Yas?” sekejap saja aku tersadar dalam
lamunanku.
“Gue mau masuk dulu ya Yan, gue ada jam kuliah nih” Ujar Thiyas
sembari berjalan meninggalkanku.
*
G-Dragon Ft Top – Baby Good Night, terdengar deringan
handphoneku, disaat aku melihat panggilan dari siapa itu. Dan mataku seketika
terbuka lebar selebar-lebarnya, karena siapa yang menelpon? Siapakah yang
menelponku, dan sekejap saja aku mengangkat telponnya, dan betapa terkejutnya
daku ketika yang aku tau yang menelpon itu adalah Hasrifah Nur Hidayah dalam
hatiku bertanya-tanya, mengapa gadis cantik ini menelponku, dan tau dari mana
nomer handphoneku ini, namun tak ingin ku membuat gadis impianku menunggu lama,
dengan secepatnya ku sahut sapaan darinya.
“Assalamu’alaikum” sapa gadis yang berada di ujung telpon.
“Wa’alaikum salam” sahutku dengan keringat dingin yang
berkucuran dan suara yang sedikit bergetar.
“Apakah benar ini nomor handphonenya Adriyan Saputra fakultas
Kedokteran? Ini dari Hasrifah”
Oh ternyata Hasrifah nama panggilannya, Alhamdulillah akhirnya
aku bisa tau dengannya, bahkan dia yang menghubungiku langsung, terima kasih ya
Allah. “ eee iya benar saya Adriyan, ada apa ya Has... Hasrifah.” Dengan
sedikit terbata-bata aku menyebutkan namanya, sungguh aku masih tak menyangka
hal ini terjadi, apakah ini hanya sebuah mimpi. Aww, ketika ku cubit tanganku
ternyata ini bukan mimpi, apa? Bukan mimpi, sungguh anugrah untukku hari ini.
“Gini, saya ingin meminjam buku agenda tentang pencernaan darah
bagian pertama, karena kemaren saya ketinggalan ketika masuk, dan saya tidak
tau harus meminjamnya kepada siapa? Apakah anda mau meminjamkannya untuk saya?”
jelas Hasrifah mengutarakan niatnya menelponku.
“Dengan senang hati nona” tanpaku sadari aku memanggilnya nona.
“maaf Hasrifah” aku takut jika ia tersinggung aku panggil nona tadi.
“Terima kasih ya, iya tak apa-apa. Besok anda masuk kuliah jam
berapa?” sahut Hasrifah dengan kelembutan suaranya.
“Jam setengah sepuluh. Bagaimana saya akan mengantarkan agenda
ini, apakah saya antarkan ke kost anda saja?” dengan hati-hati aku mengucapkan
kalimat agar tidak membuat gadis pujaanku marah.
“Kebetulan saya masuk jam sepuluh, tak perlu anda
mengantarkannya, nanti saya yang akan menemui anda, sehingga anda tidak perlu
jauh-jauh ke kost saya.”
“Baiklah Hasrifah, nanti saya tunggu anda di perpustakaan
kampus saja ya.”
“Iya Adriyan, terima kasih sebelumnya, dan maaf jika saya
mengganggu anda malam ini.”
Meooonnggg.. kucingku si jambrong mendekatiku dan berbaring
dalam pangkuanku, akupun hanya membelai tubuhnya yang penuh dengan bulu-bulu
lembutnya. “tidak apa-apa Hasrifah, anda sama sekali tidak mengganggu saya, dan
sama-sama.”
“Sekali lagi terima kasih ya Adriyan, assalamu’alaikum.” Tutup
Hasrifah untuk mematikan telpon.
“waalaikum salam” sahutku lagi sebelum dia mematikan telponnya.
Setelah Hasrifah mematikan telponnya, tanganku langsung bergerak secepat kilat
untuk ngesave nomornya Hasrifah dengan nama “Hasrifah NH” aku menamainya
seperti itu di kontakku karena aku tak ingin terlihat alay dalam hal apapun
itu. Sehinggaku buat semuanya sebiasa mungkin dan sesederhana mungkin.
“Masyaallah brong, kamu tau gak sih, malam ini aku
bahagiaaaaaaaaaaaaaaa banget.” Ujarku menceritakan kepada Jambrong. “Gimana
tidak bahagia, gadis pujaanku yang beberapa hari ini aku perhatikan, barusan
telpon aku brong, yah meskipun Cuma sekedar menanyakan tugas, tapi aku
bener-bener seneng banget brong.” Ku rangkul erat tubuh jambrong sampai dia
berbunyi menandakan dia sulit untuk bernafas. “hehe sorry brong, gak sengaja
ya. Maaf” ku elus-elus kepala Jambrong untuk menandakan maafku padanya.
*
Detik jam berbunyi menunjukkan pukul 00.00 entah mengapa mata
ini tak mau memejamkannya sekejap saja, yang ia lakukan menatap dan hanya
menatap nama kontak Hasrifah dan nomor telponnya Hasrifah berkali-kali, tanpa
bosannya. Aku juga tak mengerti apa yang telah terjadi malam ini, seolah-olah
semuanya terhipnotis dengan adanya telpon dari Hasrifah. Dan tanganku sedetik
pun tak melepaskan handphone dalam genggamanku. Harus bagaimana yang aku
lakukan agar aku bisa terlelap dalam tidurku? Jambrong sudah tidur pulas di
sampingku. Tapi tidak denganku.
*
Adzan subuh telah berkumandang, panggilan shalat pun telah
datang, dinginnya pagi yang menusuk tulang belakang.
Bergegasku ambil air wudhu untuk melaksanakan kewajibanku
sebagai umat muslim. Setelah selesai shalat aku segera bersiap-siap untuk pergi
ke kampus dengan mata segar, tanpa mengantuk sedikit pun. Rasanya aku tak sabar
untuk bertemu dengan Hasrifah, meskipun sekarang masih pukul setengah 6 pagi,
namun hatiku sangat bersemangat dan tak lupa pula aku untuk menyiapkan agenda
yang akan kupinjamkan kepada Hasrifah.
*
“Mau kemana kamu Riyan?” Tanya mama yang dari tadi
memperhatikanku bolak balik masuk kamar, karena mama merasa bingung terhadap
apa yang aku lakukan.
“Mau ke kampus ma” ujarku terus berjalan menuju kamar untuk
mengambil ranselku.
“Kok pagi-pagi gini Yan? Sekarang masih jam 6 nak.” Mama heran
melihatku berangkat ke kampus terlalu pagi.
Aku hanya terdiam sejenak untuk menyahut pertanyaan dari mama,
tapi dengan tanpa sengaja mulutku berujar spontan “ini ma, hari ini aku ada
tugas, mau aku kerjakan di perpus, karena bahannya Cuma ada di perpus, jadi
harus berangkat pagi-pagi” astagfirullahal’azim aku berbohong pada ibuku,
mengapa aku tidak jujur saja untuk
mengatakan niatku untuk meminjamkan agenda ini pada Hasrifah.
“Beneran sayang? Mama tau kok kamu gak jujur sama mama,
sudahlah sayang, jujur saja sama mama, itupun kalau kamu masih sayang sama
mama.” Kata mama mendesakku untuk berkata jujur.
“Maafkan Riyan ya ma.” Dengan sangat menyesal aku berbohong
pada mama, mama yang selama ini selalu mengusahakan yang terbaik untukku dan
bersusah payah membesarkanku sendirian, memberi nafkah kepadaku menggantikan
ayahku yang telah tiada. Mengapa aku membalasnya dengan kebohongan, mengapa?
Mengapa? Apakah ini yang namanya berbaik budi kepada orang tua sendiri, ya
Allah maafkan hambamu ini, dan ijinkan hamba untuk membahagiakan mama ya Allah,
karena hanya mama yang aku punya.
Mama adalah perempuan yang hebat, dengan tanpa keluh kesah ia
merawatku dalam kandungannya selama berbulan-bulan, melahirkanku dengan penuh
keringat disekujur tubuhnya dan memperjuangkanku dengan semua tenaganya, mama
bagiku adalah ibu sekaligus ayah terbaik, karena ayahku telah meninggalkan kami
semenjak aku dalam kandungan mama, aku tak pernah merasakan kasih sayang
seorang ayah, jadi aku sangatlah harus menghormati ibuku, menghormati mama, dan
menghormati semua wanita yang ada dibumi ini.
Akhirnya aku berkata jujur dan apa boleh buat, aku pun harus
menceritakan sebab aku ingin berangkat ke kampus pagi-pagi, aku tak ingin
membuat mama kecewa, dan rasanya memang lega telah berkata jujur kepada mama.
Aku bertekad tak akan pernah mengecewakan mama lagi, cukup kali ini menjadi
pelajaranku.
“hahaha, Adriyan Saputra. Kamu ini sudah besar nak, sudah
sewajarnya kamu mersakan yang namanya asmara.” Mama menertawakan ceritaku.
“Tapi aku hanya mengagumi dia saja ma.” Bantahku dengan ucapan
mama, dengan muka yang amat merah dan raut wajah yang manyun.
Lagi-lagi mama menertawakanku dengan tingkahku yang terlihat
aneh hari ini. “ckckck,anakku tersayang, mama tau kok kalau kamu menyukainya,
naluri seorang ibu mampu merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya. Dan gerak
gerikmu itu membuat mama geli nak, hehehe.”
“Udah deh ma jangan ngejekin aku terus.” Meskipun sedikit
jengkel diejekin oleh mama, tapi aku senang bisa membuat mama tertawa lepas
seperti itu, sudah lama aku tak pernah melihat tawa ibuku yang begitu
bahagianya.
“Iya sayang, mama berhenti tertawa nih, hihihi.” Dengan sedikit
masih menahan tawanya
“Tutututuh mama masih ngetawain aku.”
“Gak gak gak kok nak, heheheh. Mama sakit perut nih gara-gara
nertawain kamu.”
“Makanya ma, udah dong tertawanya.”
“Hehehehe, mama mau buang angina dulu nih, hhihihihi.”
“Ya buang aja ma, asalkan gak ada yang denger:D hahaha”
“Tapi masalahnya buang angin ini gak bisa di rem sama dicek
sih, jadi kan gak tau bunyi atau gak terus kalau udah keluar gak bisa distop.
Hihiihi” becandaan mama untuk membujukku agar aku mau tertawa juga udah
berhasil.
“Hahahah. Iya deh soal lawakan mama jagonya.”
“Tapi kok mama gak bisa masuk TV ya yan? Kan kata kamu mama
jago ngelawak.”
“Ah mama ada-ada aja. Hahahah.” Senang bisa bercengkrama dengan
mama sebentar, setelah itu aku menuju bagasi untuk mengambil motorku bersiap
untuk pergi ke kampus, gak terasa sekarang udah jam delapan, ku naikki motorku
dan menuju ke depan pagar sembari berteriak. “maaa aku berangkat ya.
Assalamu’alaikum.”
Mama menjawab dari rumah berteriak menuju depan pintu. “iya
nak, hati-hati ya, waalaikumsalam.”
*
Setibanya di kampus, aku meletakkan motorku dengan rapi di
parker dan tanpa sengaja bersebelahan dengan motor bernomor polisi DA6918MA,
punya siapa ya? Entahlah aku tak mau pusing-pusing memikirkannya.
Secepatnya pun aku berlari menuju perpustakaan untuk menunggu
gadis pujaanku disana.
*
Ternyata aku terlambat, Hasrifah sudah menungguku lebih dulu di
perpustaan, dengan perlahan aku mendekatinya dan mengajaknya untuk
bercakap-cakap, yah walaupun aku tak tau harus memulai dari mana, dan harus
membahas perbincangan apa. Tapi aku mencoba menutupi rasa nervousku yang satu
ini. Padahal aku yang berucap ingin menunggunya, tapi ternyata justru
sebaliknya.
“Hasrifah, udah lama kamu nunggunya?” Tanyaku dengan
terbata-bata.
“ssstttt” Hasrifah menunjukkan papan yang bertuliskan JANGAN
MEMBUAT KEBISINGAN DI DALAM PERPUSTAKAAN.
Aku lupa bahwa suaraku tadi terlalu keras dan semua mata yang
ada di sini berpandangan padaku, sungguh hal yang memalukan dalam pertemuan
pertamaku dengan Hasrifah. Aku mencoba untuk mengecilkan volume suaraku. “Ini
agenda yang mau kamu pinjam, maaf ya menunggu lama.” Ku sodorkan agendaku.
Hasrifah tak menjawab apa-apa, ia hanya melirik sebentar
kepadaku, lalu menuliskan sesuatu di dalam kertas. Dan menyerahkannya kepadaku.
TERIMA KASIH YA ADRIYAN, NANTI AKAN KU KEMBALIKAN SECEPATNYA.
Hasrifah tak mau berlama-lama mengobrol denganku, ia pun
berdiri membenarkan bangku dan menoleh sebentar padaku lalu ia pergi keluar
perpustakaan.
Aku hanya melemparkan senyum kepadanya dengan sedikit
mengangguk, namun aku tak ingin mengiringinya sampai kemana ia berjalan karena
sebentar lagi jam kuliahku dimulai.
*
“Alhamdulillah udah selesai, semoga apa yang kuterima hari ini
akan bermanfaat diwaktu yang akan dating.” Ucapku sembari berdo’a di dalam
hati. Hari ini aku tak bisa pulang bareng sahabatku Thiyas, karena aku punya
kesibukan di rumah untuk membantu mama, bergegas aku balik ke parkiran untuk
mengambil motorku, Nampak dari jauh Hasrifah dan teman-temannya mau pulang
juga, aku pun menghentikan langkahku, mataku terus menatapi wajahnya Hasrifah
dari kejauhan, dan betapaku terkejut bahwa motor yang bersebelahan parkir
denganku itu ternyata milik Hasrifah. Ya Allah, 2 hal yang telahku dapat
darinya hari ini. Akankah keberuntunganku untuk bisa mendapatkanmu Hasrifah?
Motor Hasrifah sudah berjalan, kulanjutkan kembali langkahku
untuk mengambil motorku. Dan lucunya mataku hanya memandangi ruang yang tadinya
ditempati Hasrifah memarkir motornya disebelah motorku. Apakah ini anugrah
untukku?
*
Selasa, 18 Maret 2014, tepat dimana hari ulangtahunku, dan mama
adalah pengucap pertama yang memberikan selamat kepadaku, yah mungkin bagiku
hal ini tidak terlalu penting, karena aku merasa sudah semakin tua, dan sudah
seharusnya aku belajar untuk bisa membahagiakan ibuku, waktu semester akhir pun
akan segera habis hingga waktunya untuk wisuda, dan disitu pula waktu yang
tepat untuk aku menggantikan tanggung jawab mama terhadapku, aku harus
mempunyai pekerjaan sekarang agar tak menyulitkan mama lagi, dan aku bisa
membalas jasa-jasa mama selama ini, walaupun aku tau jasa seorang ibu tak akan
pernah ada yang mampu membalasnya.
Sudah hampir setengah tahun pula aku mengagumimu Hasrifah,
setelah agendaku di kembalikannya 3 hari setelah pertemuanku di perpustakaan,
aku tetap saja tak mampu untuk menghubunginya, meskipun nomornya tetap aku save
di kontakku, tapi entah mengapa tangan ini tak mampu bergerak untuk mengirim
satu sms pun padanya, hingga saat ini pula kerjaku hanya memandangnya dari
kejauhan dan memandang nomor handphonenya di handphoneku ketika aku tak di
kampus. Tak ada peningkatan sama sekali.
Sedangkan Thiyas sudah bisa merubah Amanda menjadi lebih baik,
dan hubungan mereka sekarang juga bertahan lama. Itu sangat membuatku iri, tapi
aku tak bisa berbuat apa-apa.
*
1 sms masuk. Dari siapakah itu?
Thiyas
Happy Birthday kawan, gue tunggu traktirannya.
Ternyata sms dari Thiyas. Aku segera memencet tombol untuk
membalas smsnya.
Gue
Datang aja ke rumah gue yas.
Thiyas
Beneran nih? Boleh gue bawa temen-temen gak?
Gue
Ya terserah lo aja yas. ___ terkirim
Tak lama kemudian ketukan di pintu pun berbunyi, mama
membukakan pintu. Baru beberapa menit Thiyas menelponku ternyata bel sudah
berbunyi dalam beberapa menit.
“Hallo tante, Adriyannya ada?”
“oh ada kok Yas, tunggu bentar ya.”
Mama menyuruh bi Jurwa untuk memanggilku ke kamar. Aku turun
dengan mata yang sedikit agak sembab. Karena habis bangun tidur.
“Eh lo Yas, jadi dateng juga ya.”
“iya dong, gue kan nepatin janji.”
“janji apaan?”
“traktiran lo laaaaah, mandi dulu gih lo, bau banget nih.
Kasian temen-temen yang lain udah pada nungguin tuh.”
“gile lu Yas, emang seberapa banyak sih yang lo undang.”
“ah tenang aja lo Yan, cuman sekampus aja kok.”
“waduh, berabe nih urusannya Yas, bisa tekor kantong gue.”
“hahaha, tapi gak semuanya bisa
dateng kok yan, teneng aja deh, pokoknya lo mandi aja dulu.”
Aku melihat-lihat teman-teman yang datang, karena kata Thiyas
dia ngebawa satu anak kampus, ya kali-kali aja Hasrifah datang. Tapi tak
terlihat batang idungnya. Aku segera mandi, dalam pikirku kali aja Hasrifah
belum datang dan sedang dalam perjalanan.
*
Hingga temen-temen udah pada pulang semua, gadis pujaanku tak
terlihat sekejap pun, rasa kecewa pun datang dan hatiku terus-terusnya
menggerutu. Tapi sudahlah. Mungkin dia gak mau datang. Lagi pula aku ini siapa
baginya, aku kan hanya pengagum rahasianya. Dan mungkin sekarang saatnya aku
berhenti mengharapkan bisa berteman dengannya.
Aku tau, aku tak punya usaha sedikitpun untuk mendekatinya,
tapi apa yang harus aku lakukan jika aku tak pernah punya pengalaman untuk
mencobanya, dan aku tak ingin jika aku tau bahwa dia tak menyukaiku. Karena aku
tak tau apa yang harus aku lakukan, aku memutuskan untuk tak mengharapkannya
lagi, karena untuk apa juga aku mengharapkannya, sedangkan ia tidak tau
perasaanku terhadapnya. Mungkin memang dia bukan untukku.
Mama melihatku dalam keadaan murung, dan mama menghampiriku
untuk menanyakan apa yang terjadi padaku, tapi aku tak mampu menceritakannya
pada siapa pun. Aku hanya bisa menjawab. “ma, do’akan aku bisa menyelesaikan
kuliahku di tahun ini ya ma.”
“iya sayang, do’a mama selalu untukmu.” Sahut mama dengan
membelai rambutku dan menatapku, seakan matanya memberikan isyarat bahwa dia
mengetahui apa yang terjadi padaku. “Usaha yang tekun ya sayang.”
“iya ma” aku tak tau mengapa kata itu yang mama ucapkan
untukku, mungkin mama ingin menyemangatiku untuk terus berusaha mencapai
cita-citaku.
*
“Pak Dokter. Pak.” Seorang perempuan separuh baya mengagetkanku
dan menghapus semua lamunanku tentang masa laluku yang telah aku lewati
dimasaku masih kuliah kemaren.
“Iya mba. Keluhannya apa mba?” Setelah pasienku mengutarakan
semua keluhannya aku pun memeriksanya. “Obatnya diminum teratur ya mba, semoga
lekas sembuh.” Kataku setelah pasien terakhirku malam ini selesai aku periksa.
“Iya terima kasih ya pak dokter.”
Aku hanya tersenyum menjawab perkataan ibu yang dari tadi
tangannya terus dipegangi oleh anaknya.
“ayo kita pulang nak.” Membawa anaknya pergi meninggalkan ruang
periksaku.
“Ma, aku takut sama pak dokter itu.” Ujar sang anaknya cemas.
“Kenapa kau takut sayang?” Tanya lembut sang ibu
“Aku takut kalau aku sakit akan disuntiknya seperti yang tadi
ia lakukan sama mama. Jarumnya besar sekali.” Rengek seorang anak kecil yang
mungkin berumur 5tahun.
Aku hanya tersenyum mendengarkan perbincangan anak itu kepada
ibunya. Teringat masa kecilku yang dulu juga takut untuk disuntik, namun
sekarang aku justru menjadi seorang penyuntik. Haha
*
“Assalamu’alaikum ma.”
“Waalaikum salam. Gimana kerjamu hari ini Yan?” mama selalu
menanyakan soal pekerjaanku ketika aku pulang kerja.
“Alhamdulillah lancar ma, berkat do’a mama tentunya.” Sembari
tersenyum memperlihatkan hasil jerih payah mama selama ini.
“Yan?” panggil mama terhadapku
“Iya ada apa ma?”
“Kamu sudah punya pacar nak?”
“Ah mama ini, kerja saja aku belum professional banget, masa
mau mikirin pacar”
“Ya kali aja kamu udah punya pacar yan.” Sahut mama dengan
tatapan tajam.
“Emang ada apa ma?”
“Kamu mau menikah yan?”
“Nanti ma jika aku sudah menemukan jodoh yang terbaik untukku
dan menantu yang tepat untuk mama.” Sahutku dengan tenang.
“Sampai kapan yan? Mama sudah tua, mama juga ingin menimang
cucu dari anak semata wayang mama ini.”
Sahutan mama benar-benar membuatku tersentak dan tak mampu
untuk berkata apa-apa lagi. Aku bingung harus menjawab apa terhadap keinginan
mama, karena sesungguhnya dekat dengan wanita pun aku tak pernah. Kenalan
wanita pun juga tak punya.
“Apa ada wanita yang membuatmu tertarik Yan?”
Aku hanya menggeleng, seumurku hingga sekarang hanya Gadis itu
yang bisa membuatku tertarik.
“Apa kamu mau mama pilihkan satu wanita utukmu yan?” mama
terlihat sangat serius mengatakan hal ini kepadaku.
Aku bingung menjawabnya bagaimana, tapi tekadku dari dulu kan
ingin membahagiakan mama, bukan mengecewakan mama, dengan sedikit melapangkan
dada aku mengangguk pelan mengiyakan apa kata mama. Baru kali ini mama sangat
serius bertanya kepadaku. Tapi aku tak ingin ambil pusing soal jodoh, mungkin
kebanyakan orang berpikir sekarang jaman modern, tak jaman lagi yang namanya
perjodohan, mungkin sekarang jaman sudah maju, anak-anak berhak memilih
pasangan yang ia cintai, dan kebanyak orang juga menilai bahwa jaman sekarang
kehidupan rumah tangga tak akan berjalan dengan baik jika tidak di awali dengan
cinta.
Tapi yang aku pikirkan hanya kebahagiaan mama, bukan aku
menerima ini semua dengan terpaksa, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk
mama, untuk jodoh, Allah sudah menuliskan semuanya, dan untuk cinta aku tau
Allah tak akan pernah salah melakukan yang terbaik untuk hambanya.
*
Sabtu, hari libur kerjaku. Mama mengajakku untuk pergi ke desa.
Merantau sehari di banua orang. Entah apa yang ingin mama lakukan, aku hanya
menuruti saja.
Namun ku akui pemandangan di desa amatlah indah, dan juga
sejuk. Membuat pernafasan pun menjadi lancar, sungguh sangat disayangkan jika
berpuluh-puluh tahun yang akan datang perdesaan di dunia di penuhi dengan
bangunan-bangunan bertingkat, tak akan tercium lagi udara seperti ini.
Mama menyuruh berhenti di depan rumah yang asing bagiku.
Tok tok tok...... ketukan suara mama pada pintu rumah orang
tersebut.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikum salam” setelah membukakan pintu, yang di dalam lalu
bercakap kepada mamaku. “Eh kamu Hermayati, silahkan masuk.”
Setelah dipersilahkan masuk, tuan rumah mengajak aku dan mama
untuk duduk dan menyodorkan minuman alakadarnya yang dimilikinya. “Ada cerita
apa kamu mampir kesini Ti?” Orang itu rupanya teman ibuku, karena ia tau
panggilan keseharian ibuku.
“Ini anakku Adriyan Saputra, La. Maksudku kesini mau
melaksanakan perjodohan kita dalam waktu 25 tahun yang lalu.” Jelas mama kepada
temannya.
Aku hanya tertunduk diam, malu juga kalau aku harus
diperkenalkan secara langsung begini.
“ohm, hehehe gitu to. Yowes lah, anakku juga udah besar, udah
waktunya juga dia untuk menikah.”
Mama dan temannya asyik mengobrol dan aku memutuskan untuk
pergi keluar sebentar menikmati pemandangan yang ada dalam pedesaan ini.
Jarang-jarang aku bisa menikmati udara seperti ini, kapan lagi jika tidak
sekarang.
“Adriyaaaaaaaaan.” Mama memanggilku dari dalam rumah temannya,
mungkin beliau ingin mengajak tuk pulang.
Aku kembali masuk ke dalam rumah teman mama dengan sedikit
berlari, dan betapa terkejutnya daku ketika aku melihat gadis yang berada di
tengah mama dan temannya adalah Hasrifah Nur Hidayah, gadis yang akan dijodohkan
padaku, dan ia pula gadis yang dulu menjadi cinta pertamaku. Sudah lebih dari 2
tahun lamanya aku tak pernah berjumpa lagi dengannya.
“Kok bisa ma?” Tanyaku kepada mama dengan berbisik.
Karena bisikkanku sedikit keras sehingga terdengar yang lainnya,
mereka yang ada di dalam rumah pun tertawa, menertawakanku yang dari tadi
kebingungan dengan kenyataan yang telah diriwayatkan oleh Allah.
“Kamu tau Yan? Hasrifah ini adalah anak sahabat mama, dan dari
dulu kami berjanji untuk menjodohkan anak kami jika anak kami itu laki-laki dan
perempuan.” Sahut mama dengan tertawa terbahak-bahak. “dan mama tau, 2 tahun
yang lalu kamu kecewa karena Hasrifah tidak datang ke rumah kan yan? Ketika
umurmu tepat berusi 23tahun.”
Aku hanya terdiam dan menunduk malu, karena semuanya sudah
diucapkan oleh mama, dan dihadapan Hasrifah pula.
Hasrifah angkat bicara, berusaha untuk menutupi rasa malu yang
ku rasakan. “Maaf Adrian, aku kemaren tidak datang” Masuk ke dalam kamar dan
keluar membawa sesuatu yang dibungkus. “aku sudah menyiapkan ini, namun ketika
aku mau datang ke rumahmu kemaren ban motorku bocor, sekali lagi maaf yay an.”
Dengan senyumnya yang manis ia menyerahkan bungkusan dan beberapa kertas
padaku.
Aku terdiam, dan membaca isi surat-surat itu. Aku tak menyangka
bahwa dia juga menyukaiku diam dibelakangku, aku pikir hanya aku yang
menyukainya, namun aku tak bisa mengungkapkannya. Aku tau ini semua pasti
rencana Allah untukku, walaupun aku sempat kecewa pada Hasrifah, namun sekarang
penantianku sudah berakhir karena Hasrifah akan menjadi pendamping hidupku.
Terima kasih mama, mama memang yang terbaik untukku, dan mama
selalu tau apa isi hatiku. Mama yang gigih untuk memberiku yang terbaik, dan
Insyaallah aku akan membuat mama bangga dengan semua hasil kerjaku dan jerih
payah mama. Terima kasih mama telah menemukanku dengan orang yang dulu aku
cintai. Terima kasih ya Allah kau telah mengabulkan do’aku, meskipun tidak
langsung kau kabulkan dulu, namun kini penantianku telah berakhir dan Kau
satukan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar